Kamis, 15 Januari 2015

penjaskes



Nama      :Jamroji
DMS       :M                                                                                                                                           
                                                                                                                                                    
                                             ULANGAN TENGAH SEMESTER
                   PENDIDIKAN JASMANI ,OLAHRAGA,DAN KESEHATAN
1.Jelaskan apa yang dimaksud gerak relative
2.Jelaskan apa yang dimaksud dengan gerak tranlasi
3.Jelaskan apa yang dimaksud dengan gerak angular atau rotasi
4.Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan jasmani, olahraga,dan kesehatan
5.Mengapa anda harus belajar pendidikan jasmani,olahraga,dan kesehatan
6.Apa manfaatnya jika anda menguasai pendidikan jasmani, olahraga , dan kesehatan
7.Apa yang dimaksud dengan stategi
8.Jelaskan perbedaan antara taktik dan stragi
9.Sebutkan hal-hal yang mendukung terciptanya”Man sana in corpora sano”
10.Sebutkan upaya untuk melakukan tes kebugaran

                                JAWAB
1.gerak relative adalah: Gerak suatu benda yang bergantung pada titik acuanya. Benda yang bergerak dapat dikatakan tidak bergerak, sebagai contoh meja yang ada dibumi pasti dikatakan tidak bergerak oleh manusia yang ada di bumi.tetapi bila matahari yang melihat maka meja tersebut bergerak bersama bumi mengelilingi matahari.
2.Gerak tranlasi adalah: sebagai gerak pergeseran suatu benda dengan bentuk dan lintasan yang sama.
3.Gerak angular atau rotasi adalah: gerak perputaran benda terhadap suatu porosnya.
4.pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan adalah:merupakan suatu proses seseorang sebagai indifidu  maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistimatik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan ketrampilan jasmani,pertumbuhan,kecerdasan,dan pembentukan watak.
5.Pentingnya belajar pendidikan jasmani,olahraga dan kesehatan adalah: karena sangat penting bagi kehidupan kita untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitan dengan aktifitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan social .
 .mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani.
6.Manfaatnya bila menguasai pendidikan jasmani, olah raga ,dan kesehatan adalah:untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan ,kebugaran jasmani,serta dampaknya untuk terhadap pembentukan tubuh yang lebih baik dan proposional.
7.Yang di maksud dengan strategi adalah: Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan dan eksekusi sebuah aktifitas dalam kurun waktu tertentu.
8.A. taktik adalah: suatu siasat atau akal yang dirancang dan akan dilaksanakan dalam permainan oleh perorangan, kelompok, maupun tim untuk memenangkan suatu pertandingan secara sportit.
B.stategi adalah: suatu siasat atau akal yang dirancang sebelum pertandingan berlangsung dan di gunakan oleh pemain  maupun pelatih untuk memenangkan pertandingan yang dilaksanakan secara sportif dan sehat.
9.Yang mendukung hal-hal terciptanya “man sana in corpora sano adalah :
a.pengaturan pola makan
b.olah raga secara rutin
c.istirahat cukup.
10.cara mengukur kebugaran jasmani dapat dilakukan dengan tes. Tes yang dilakukan untuk mengukur kebugaran jasmani seseorang meliputi
-Kecepatan (speed)
-Kekuatan(strength)
-Daya tahan(endurance)
-Daya ledak(power).

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

TUGAS PEMBELAJARA PKN



TUGAS PEMBELAJARAN PKN
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Sukasih, M.Pd.
KNOWLEDGE /PENGETAHUAN
NAMA                  : SITI LATHIFAH
NIM                       : 123911362
KELAS                    : DMS M PGMI

KNOWLEDGE  / PENGETAHUAN

SEJARAH ILMU
Ilmu merupakan prasyarat utama dalam memperolah kebahagiaan, baik didunia maupun diakhirat. Dan untuk membangun kembali suatu peradaban tertentu yang harus dilakukan pertama kali adalah membangun kembali tradisi keilmuan, termasuk membangun peradaban Islam atau membangun lagi pola pikir Islam.
Secara etimologi ilmu berasal dari kataakar kata `ain, lam dan mim yang yang diambil dari perkataan alamah yaitu tanda, petunjuk atau indikasi yang dengannya sesuatu/ seseorang dikenal. Menurut  Al-Attas, definisi ilmu secara termonologi adalah:
1.       Ilmu sebagai sesuatu yang berasal dari Allah SWT.
2.       Ilmu sebagai sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif.
Menurut Ibnu Khaldun ilkmu dibagi menjadi 2 macam:
1.       Ilmu Naqliyah, yaitu ilmu yang berdasarkan pada otoritas/ ilmu-ilmu tradisional
2.       Ilmu Aqliyah, yaitu ilmu yang berdasarkan akal/dalil rasional.
Menurut Al Ghazali menggholongkan ilmu menjadi 2 macam juga:
1.       Ilmu Syar`iyyah, yaitu ilmu yang dalam menuntutnya bersifat fardhu `ain.
2.       Ilmu Ghoir  Syar`iyyah, yaitu jenis ilmu yang dalam menuntutnya bersifat fardhu kifayah.
SEJARAH PENGETAHUAN
Kata pengetahuan knowledge adalah kata benda yang berasal dari kata kerja “tahu” ( toknow)  yang searti dengan mengetahui. Sedangkan ilmu besrasal dari bahasa arab `alima, yalmu,`ilm yang berart I tahu atau mengetahui. Menurut bahasa, kata pengetahuan bias bermakna ilmu. Al Ghazli mengkategorikan pengetahuan dengan tiga hirarkhi:
1.       Pengetahuan bathin yang diperoleh melalui pengalaman pribai dan hanya dapat diperoleh oleh sedikit orang yang mendapatkannya untuk menembus kecerdasan dan pemahaman yang kuat.
2.       Pengetahuan diskursif yaitu pengetahuan yang dukuasai oleh para filsuf, fukaha dan teolog.
3.       Pengetahuan rakyat kebanyakan yang terserapoleh kesibukan dan pekerjaan sehari-hari, mereka hanya dapat menguasai iman atau dengan taqlid.
Jadi faktor yang sangat mempengaruhi pada hirarki adalah tingkat kepamahaman, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, usia, pengalaman pribadi dan bacaanya.




TUGAS PEMBELAJARAN PKN
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Sukasih, M.Pd.
KNOWLEDGE /PENGETAHUAN
NAMA                  : JAMROJI
NIM                       : 123911344
KELAS                    : DMS M PGMI

KNOWLEDGE  / PENGETAHUAN

SEJARAH ILMU
Ilmu merupakan prasyarat utama dalam memperolah kebahagiaan, baik didunia maupun diakhirat. Dan untuk membangun kembali suatu peradaban tertentu yang harus dilakukan pertama kali adalah membangun kembali tradisi keilmuan, termasuk membangun peradaban Islam atau membangun lagi pola pikir Islam.
Secara etimologi ilmu berasal dari kataakar kata `ain, lam dan mim yang yang diambil dari perkataan alamah yaitu tanda, petunjuk atau indikasi yang dengannya sesuatu/ seseorang dikenal. Menurut  Al-Attas, definisi ilmu secara termonologi adalah:
1.       Ilmu sebagai sesuatu yang berasal dari Allah SWT.
2.       Ilmu sebagai sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif.
Menurut Ibnu Khaldun ilkmu dibagi menjadi 2 macam:
1.       Ilmu Naqliyah, yaitu ilmu yang berdasarkan pada otoritas/ ilmu-ilmu tradisional
2.       Ilmu Aqliyah, yaitu ilmu yang berdasarkan akal/dalil rasional.
Menurut Al Ghazali menggholongkan ilmu menjadi 2 macam juga:
1.       Ilmu Syar`iyyah, yaitu ilmu yang dalam menuntutnya bersifat fardhu `ain.
2.       Ilmu Ghoir  Syar`iyyah, yaitu jenis ilmu yang dalam menuntutnya bersifat fardhu kifayah.
SEJARAH PENGETAHUAN
Kata pengetahuan knowledge adalah kata benda yang berasal dari kata kerja “tahu” ( toknow)  yang searti dengan mengetahui. Sedangkan ilmu besrasal dari bahasa arab `alima, yalmu,`ilm yang berart I tahu atau mengetahui. Menurut bahasa, kata pengetahuan bias bermakna ilmu. Al Ghazli mengkategorikan pengetahuan dengan tiga hirarkhi:
1.       Pengetahuan bathin yang diperoleh melalui pengalaman pribai dan hanya dapat diperoleh oleh sedikit orang yang mendapatkannya untuk menembus kecerdasan dan pemahaman yang kuat.
2.       Pengetahuan diskursif yaitu pengetahuan yang dukuasai oleh para filsuf, fukaha dan teolog.
3.       Pengetahuan rakyat kebanyakan yang terserapoleh kesibukan dan pekerjaan sehari-hari, mereka hanya dapat menguasai iman atau dengan taqlid.
Jadi faktor yang sangat mempengaruhi pada hirarki adalah tingkat kepamahaman, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, usia, pengalaman pribadi dan bacaanya.


Rabu, 14 Januari 2015

BAHASA ARAB



Bab Ibtida’ (Mubtada’ dan Khabar)
الابْتِدَاءُ
Bab Ibtida’
DASAR-DASAR KALIMAT SUSUNAN JUMLAH ISMIYAH
  • Mubtada’ dan Khabar
مُبْتَـدَأ زَيْدٌ وَعَـــاذِرٌ خَبَـــــرْ ¤ إِنْ قُلْتَ زَيْدٌ عَاذِرٌ مَنِ اعْتَذَرْ
Adalah Mubtada’ yaitu lafadz زيد ,  dan lafazh عاذر adalah Khabar, apabila kamu mengucapkan kalimat: زيد عاذر من اعتذر. “Zaid adalah penerima alasan bagi orang yang mengemukakan alasan”
  • Mubtada’ dan Fa’il
وَأَوَّلٌ مُبْـــتَدَأ وَالْثَّـــــانِي ¤ فَاعِلٌ اغْنَى فِي أَسَارٍ ذَانِ
Kalimah yang pertama adalah Mubtada’, dan kalimah yang kedua adalah Fa’il yang mencukupi (tanpa Khabar), didalam contoh kalimat: أ سار ذان “apakah yang berjalan malam, keduanya ini?” (أ = Huruf Istifham, سار = Isim Sifat sebagai Mubtada’, ذان = sebagai Fa’il yg menempati posisi Khabar)
وَقِسْ وَكَاسْتِفْهَامٍ النَّفْيُ وَقَدْ ¤ يَجُوْزُ نَحْوُ فَائِزٌ أولُو الرَّشَدْ
Dan kiaskanlah! (untuk contoh lain serupa أ سار ذان = yakni, Mubtada’ dari Isim sifat (isim fa’il/isim maf’ul/isim musyabbah) yang diawali Istifham/kata tanya ( أ – هَلْكَيْفَ – مَنْ – مَا ) dan Fa’ilnya bisa isim Zhahir atau isim Dhamir). Juga seperti Istifham yaitu Nafi ( semua nafi yang pantas masuk pada isim ( مَا – لاَ – إِنْ – غَيْرُ – لَيْسَ ) dan terkadang boleh (tanpa awalan Istifham atau Nafi tapi jarang) seperti contoh lafazh: فَائِزٌ أُولُو الرَّشَدْ “Yang beruntung mereka yg mendapat petunjuk”
وَالْثَّانِ مُبْتَدَا وَذَا الْـوَصْفُ خَــبَرْ ¤ إِنْ فِي سِوَى الإِفْرَادِ طِبْقاً اسْتَقَرْ
Kalimah yg kedua adalah mubtada’ (menjadi Mubtada’ muakhkhar). Dan Isim Sifatnya ini (kalimah yg pertama) adalah Khabar (menjadi Khabar Muqaddam), apabila pada selain bentuk mufradnya ia menetapi kecocokan (yakni, sama-sama berbentuk Mutsanna atau jama’ misal: أ ساران ذان).
I’RAB MUBTADA’ DAN KHABAR
وَرَفَعُـــوا مُبْتَدَأ بالابْــتَدِا¤ كَذَاكَ رَفْعُ خَبَرٍ باْلمُبْتَدَأ
Mereka (orang arab) me-rofa’kan Mubtada’ karena sebab Ibtida’ (‘Amil secara Ma’nawi, yakni menjadikan isim sebagai Pokok/Subjek kalimat, dikedepankan sebagai sandaran bagi kalimah lain sekalipun secara Lafzhi ada di belakang (mubtada’ muakhkhar)). Demikian juga rofa’-nya Khobar disebabkan oleh Mubtada’.
KHABAR DAN BENTUK-BENTUKNYA
  • Pengertian Khabar
وَالْخَبَرُ الْجُزْء الْمُتِمُّ الْفَائِدَهْ ¤ كَاللَّه بَرُّ وَالأَيَـادِي شَـاهِدَهْ
Pengertian Khabar adalah juz/bagian penyempurna faidah, yang seperti kalimat: اللهُ بَرٌّ وَالأَيَادِي شَاهِدَةٌ “Allah adalah maha pemberi kabajikan. Dan kejadian-kejadian besar adalah sebagai saksi”.
  • Khabar Jumlah
وَمُفْــرَدَاً يَأتِي وَيَأتِـي جُــمْلَهْ ¤ حَاوِيَةً مَعْنَى الَّذِي سِيْقَتْ لَهْ
Khabar ada yang datang berbentuk Mufrad (Khabar Mufrad, tidak terdiri dari susunan kata). Dan ada yang datang berbentuk Jumlah (Khabar Jumlah, tersusun dari beberapa kata) yg mencakup ada makna mubtada’(ada Robit/pengikat antara Mubtada’ dan Khabar jumlahnya), dimana Jumlah tsb telah terhubung (sebagai khobar) bagi Mubtada’nya.
وَإِنْ تَكُـنْ إيَّـاهُ مَعْنَى اكْتَـــفَى ¤ بِهَا كَنُطْقِي اللَّهُ حَسْبِي وَكَفَى
Dan apabilah Jumlah tsb sudah berupa makna mubtada’, maka menjadi cukuplah Khabar dengannya (tanpa Robit) seperti contoh : نُطْقِى اللهُ حَسْبِي وَكَفَى “adapun ucapanku: “Allah memadai dan cukup bagiku””
  • Khabar Mufrad
وَالْمُفْــرَدُ الْجَــامِدُ فَارِغٌ وَإِنْ ¤ يُشْتَقَّ فَهْوَ ذُو ضَمِيْرٍ مُسْتَكِنّ
Adapun khabar mufrad yang terbuat dari isim jamid (isim yang tidak bisa ditashrif ishtilahi) adalah kosong (dari dhamir) dan apabila terdiri dari isim yang di-musytaq-kan (isim musytaq hasil pecahan dari tashrif istilahi) maka ia mengandung dhamir yang tersembunyi (ada dhamir mustatir kembali kepada mubtada’/sebagai robit).
وَأَبْرِزَنْهُ مُطْلَقَـاً حَيْثُ تَلاَ ¤ مَا لَيْسَ مَعْنَاهُ لَهُ مُحَصَّلاَ
Dan sungguh Bariz-kanlah! (gunakan Dhamir Bariz, bukan Mustatir) pada khabar mufrad musytaq tsb secara mutlak (baik Dhamirnya jelas tanpa kemiripan, apalagi tidak), ini sekiranya khabar tsb mengiringi mubtada’ yang mana makna khabar tidak dihasilkan untuk mubtada’ (khabar bukan makna mubtada’).
  • Khabar dari Zharaf dan Jar-Majrur
وَأَخْبَرُوَا بِظَرْفٍ أوْ بِحَرْفِ جَرّ ¤ نَاوِيْنَ مَعْنَى كَائِنٍ أَوِ اسْتَقَــرْ
Mereka (ahli Nuhat dan orang Arab) menggunakan Khabar dengan Zharaf atau Jar-Majrur, dengan niatan menyimpan makna كَائِنٍ atau اسْتَقَرْ.
وَلاَ يَكُوْنُ اسْـمُ زَمَانٍ خَبَرَا ¤ عَنْ جُثَّةٍ وَإِنْ يُفِدْ فَأَخْبِرَا
Tidak boleh ada Isim Zaman (Zharaf Zaman) dibuat Khabar untuk Mubtada’ dari Isim dzat. Dan apabila terdapat faidah, maka sungguh jadikan ia Khabar…!.
SYARAT KEBOLEHAN MUBTADA’ DARI ISIM NAKIRAH
وَلاَ يَجُوْزُ الابْتِدَا بِالْنَّكِرَهْ ¤ مَا لَمْ تُفِدْ كَعِنْدَ زَيْدٍ نَمِرَهْ
Tidak boleh menggunakan mubtada’ dengan isim Nakirah selama itu tidak ada faidah, (yakni, boleh dengan persyaratan ada faidah) seperti contoh: عِنْدَ زَيْدٍ نَمِرَةُ “adalah disisi Zaid pakaian Namirah (jenis pakaian bergaris-garis yg biasa dipakai oleh orang A’rab Badwi)” (khabarnya terdiri dari zharaf atau jar-majrur yg dikedepankan dari mubtada’nya).
وَهَلْ فَتَىً فِيْكُمْ فَمَا خِلٌّ لَنَا ¤ وَرَجُــلٌ مِنَ الْكِـرَامِ عِنْدَنَا
(dan disyaratkan juga: ) seperti contoh هَلْ فَتَىً فِيكُم “adakah seorang pemuda diantara kalian?” (diawali dengan Istifham/kata tanya), dan contoh: مَا خِلٌّ لَنَا “tidak ada teman yang menemani kami” (diawali dengan Nafi), dan contoh: رَجُلٌ مِنَ الكِرَامِ عِنْدَنَا “seorang lelaki yg mulia ada disisi kami” (disifati)
وَرَغْبَةٌ فِي الْخَيْر خَيْرٌ وَعَمَلْ ¤ بِرَ يَزِيْنُ وَلْيُقَسْ مَا لَمْ يُقَـلْ
dan contoh: رَغْبَةٌ فِي الخَيْرِ خَيْرٌ “gemar dalam kebaikan adalah baik” (mengamal), dan contoh: عَمَلُ بِرٍّ يَزِينُ “berbuat kebajikan menghiasi (hidupnya)” (mudhaf). Dan dikiaskan saja! contoh lain yang belum disebut.
PERIHAL KEBOLEHAN MENDAHULUKAN KHABAR DARI MUBTADA’
وَالأَصْلُ فِي الأَخْبَارِ أَنْ تُؤخَّرَا¤ وَجَـوَّزُوَا الْتَّقْــدِيْمَ إِذْ لاَ ضَــرَرَا
Asal penyebutan Khabar tentunya harus di-akhirkan (setelah penyebutan mubtada’), dan mereka (orang arab/ahli nahwu)  memperbolehkan mendahulukan khabar bilamana tidak ada kemudharatan (aman dari ketidakjelasan antara khabar dan mubtada’nya).
PELARANGAN MENDAHULUKAN KHABAR DARI MUBTADA’NYA
  • Sama Nakirah atau Ma’rifat
فَامْنَعْهُ حِيْنَ يَسْتَوِى الْجُزْءآنِ ¤ عُرْفَــــاً وَنُكْـــرَاً عَــادِمَيْ بَيَـــانِ
Maka cegahlah mendahulukan Khabar…!  ketika  kedua juz (khabar & mubtada’) serupa ma’rifah-nya atau nakirah-nya, dalam situasi keduanya tidak ada kejelasan. (karena dalam hal ini, pendengar atau pembaca tetap menganggap khabarlah yang dibelakang)
  • Khabar dari kalimah Fi’il atau Khabar yg di-mahshur
كَذَا إذَا مَا الْفِعْلُ كَانَ الْخَبَرَا ¤ أَوْ قُــصِدَ اسْتِعَمَــالُهُ مُنْحَصِرَا
Demikian juga dilarang khabar didahulukan, bilamana ia berupa kalimah Fi’il sebagai khabarnya (karena akan merubah susunan kalimat menjadi jumlah Fi’liyah/fi’il dan fa’il). Atau dilarang juga (menjadikan Khabar muqaddam) yaitu penggunaan khabar dengan maksud dimahshur/dipatoki (dengan اِنَّمَا atau اِلاَّ).(karena fungsi me-mahshur-kan khabar adalah untuk meng-akhirkannya).
  • Khabar bagi Mubtada’ yg ber-Lam Ibtida’ atau Mubtada’ dari Isim Shadar Kalam
أَوْ كَانَ مُسْنَدَاً لِذِي لاَمِ ابْتِدَا ¤ أَوْ لاَزِم الْصَّدْرِ كَمَنْ لِي مُنْجِدَا
Atau dilarang juga (khabar didahukukan) yaitu menjadikan Khabar disandarkan pada Mubtada’ yg mempunyai lam ibtida’ (karena kedudukan Lam Ibtida’ adalah sebagai Shadar Kalam/permulaan kalimat). Atau disandarkan kepada mubtada’ yang semestinya berada di awal kalimat seperti contoh: مَنْ لِي مُنْجِدَا “siapakah sang penolong untuk ku?” (mubtada’ dari isim istifham).
KHABAR WAJIB DIDAHULUKAN DARI MUBTADA’NYA (KHABAR MUQADDAM & MUBTADA’ MUAKHKHAR)
وَنَحْوُ عِنْدِي دِرْهَمٌ وَلِي وَطَرْ ¤ مُلتـــزَمٌ فِيـــــهِ تَقَــــدُّمُ الخَـــبَرْ
Contoh seperti عِنْدِي دِرْهَمٌ “aku punya dirham” (yakni, khabarnya terdiri dari Zharaf dan Mubtada’nya terdiri dari isim Nakirah) dan لِي وَطَرْ  “aku ada keperluan” (yakni, khabarnya terdiri dari Jar-majrur dan Mubtada’nya terdiri dari isim Nakirah) adalah diwajibkan pada contoh ini mendahulukan Khabar.
كَذَا إِذَا عَادَ عَلَيْهِ مُضْمَرُ ¤ مِمَّــا بِهِ عَنْهُ مُبِينــاً يُخْــبَرُ
Seperti itu juga wajib mendahulukan khabar, bilamana ada Dhamir yang tertuju kepada Khabar, tepatnya dhamir yang ada pada Mubtada’ yang  dikhabari oleh Khobanya, sebagai penjelasan baginya (contoh: فِي الدَّارِ صَاحِبُهَا  “penghuni rumah ada di dalam rumah”)
كَذَا إِذَا يَسْتَوْجِبُ التَّصْديرا ¤ كَـأَيْــنَ مَـنْ عَـلِمْــتَهُ نَصِــيرَا
Demikian juga wajib khabar didahulukan dari mubtada’, bilamana khabar tsb sepantasnya ditashdirkan/dijadikan pembuka kalimat. Seperti contoh: أَيْــنَ مَـنْ عَـلِمْــتَهُ نَصِــيرَا “dimanakah ia yang kamu yakini sebagai penolong?” (khabarnya terdiri dari Isim Istifham).
وَخَبَرَ الْمَحْصُورِ قَدِّمْ أبَدَا ¤ كَمَالَنَـــا إلاَّ اتِّبَـــاعُ أحْمَــدَا
Dahulukanlah…! Selamanya terhadap Khabar yang dimahshur (dengan انما atau الا ) contoh: مَالَنَا إلاَّ اتِّبَاعُ أحْمَدَا  “tidaklah kami mengikuti kecuali ikut kepada Ahmad”
PERIHAL KEBOLEHAN MEMBUANG KHABAR ATAU MUBTADA
  • contoh boleh membuang Khabar
وَحَذفُ مَا يُعْلَمُ جَائِزٌ كَمَا ¤ تَقُوْلُ زَيْدٌ بَعْدَ مَنْ عِنْدَكُمَا
Membuang suatu yang sudah dimaklumi adalah boleh,  sebagaimana kamu menjawab: زَيْدٌZaid” setelah pertanyaan: مَنْ عِنْدَكُمَاSiapakah yg bersama kalian?
  • contoh boleh membuang mubtada’
وَفِي جَوَابِ كَيْفَ زَيْدٌ قُلْ دَنِفْ ¤ فَــزَيْدٌ اسْتُغْــنِيَ عَـنْهُ إِذْ عُـرِفْ
juga didalam jawaban pertanyaan contoh: كَيْفَ زَيْدٌBagaimana Zaid?”, jawab saja! دَنِفْSakit“. maka dicukupkan tanpa perkataan zaid, karena sudah diketahui.
KHABAR YANG WAJIB DIBUANG
وَبَعْدَ لَوْلاَ غَالِبَاً حَذْفُ الْخَبَرْ ¤ حَتْمٌ وَفِي نَصِّ يَمِيْنٍ ذَا اسْتَقَرْ
Lazimnya setelah lafazh LAULAA, membuang khabar adalah wajib (contohnya: لولا زيدٌ لأتيتُكَandaikata tidak ada Zaid, sungguh aku telah mendatangimu“). Juga didalam penggunaan Mubtada’ nash sumpah, demikian ini (hukum wajib membuang khabar) tetap berlaku (contohnya: لَعَمْرُكَ لأفْعَلَنَّdemi hidupmu… sungguh akan kukerjakan“).
وَبَعْدَ وَاوٍ عَيَّنَتْ مَفْهُوْمَ مَعْ ¤ كَمِثْلِ كُلُّ صَــانِعٍ وَمَــا صَنَــعْ
juga (tetap berlaku wajib membuang khabar) yaitu setelah Wawu yang menentukan mafhum makna Ma’a “beserta“.  sebagaimana contoh: كُلُّ صَــانِعٍ وَمَــا صَنَــعْ “Setiap yang berbuat beserta perbuatannya”.
وَقَبْلَ حَالٍ لاَ يَكُوْنُ خَبَرَا ¤ عَنِ الَّذِي خَـبَرُهُ قَدْ أُضْمِرَا
juga (tetap berlaku wajib membuang khabar) yaitu sebelum haal yang tidak bisa menjadi khobar (tapi sebagai sadda masaddal-khobar/menempati kedudukan khobar) dari mubtada’ yang khobarnya benar-benar disamarkan
كَضَرْبِيَ الْعَبْدَ مُسِيْئاً وَأَتَـمّ ¤ تَبْيِيني الْحَــقَّ مَنُـوْطَاً بِالْحِـكَمْ
Seperti contoh : “Dhorbiyal ‘Abda Masii-an” = pukulanku pada hamba bilamana ia berbuat tidak baik (yakni, mubtada’ dari isim masdar dan sesudahnya ada haal menempati kedudukan khobar) dan contoh “Atammu Tabyiiniy al-haqqa manuuthon bil-hikam” = paling finalnya penjelasanku bilamana sudah manut/sesuai dengan hukum.
KEBOLEHAN MENJADIKAN BANYAK KHOBAR DENGAN SATU MUBTADA
وَأَخْبَرُوا بِاثْنَيْنِ أَوْ بِأَكْثَرَا ¤ عَنْ وَاحِدٍ كَهُـمْ سَرَاةٌ شُعَـرَا
Mereka (ulama nuhat/orang arab) menggunakan khabar dengan dua khobar atau lebih dari satu mubtada’, contoh “Hum Saraatun Syu’aroo-un” =  mereka adalah orang-orang luhur para penyair.
Share this:
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
14 Oktober 2010 pukul 10:02 | #1
cepat diterjemahkan sob..kami siap menyimak